Posted by Desinta Wp | File under :
yang kemarin itu cuma mimpi...

Bertemu Uki, meski dua hari satu malam tapi tetap terasa hanya sekejap. Tak sebanding dengan panjangnya rentang jarak dan waktu perpisahan kami. Setengah tahun hanya diganti dengan dua hari, rasanya tak adil dan tak sepadan dengan penantian akan sebuah pertemuan.

Hingga tiba saat harus mengantarnya ke terminal, aku seperti dipaksa untuk melihat kenyataan, bahwa bagaimanapun juga akhirnya aku tetap sendirian, tak berkawan dan tak punya kekasih. Aku akan menjalani hari-hari seperti biasa, datar dan membosankan, dengan berteman sms yang seperti itu-itu juga (kadang aku teramat bosan untuk membalasnya, ribuan sms yang sepertinya bernada sama). Meski kehadiran sms itu membuatnya seperti ada dan tak terlupa dari hari-hariku, bahkan dari setiap detik waktuku, tapi tetap saja terasa berbeda dengan kehadiran raganya di depanku. Maka aku pun marah saat ia enggan kupaksa untuk tinggal lebih lama. Aku terluka, sebab 'kepemilikan' ini selalu hanya sementara dan sepertinya tidak nyata. Sebab kenyataannya kesibukannya lah yang lebih dominan memilikinya. Dunianya lah yang lebih banyak memeluknya. Bukan aku. Apa ini yang disebut cemburu?

Nana bilang ini yang disebut cinta...

Aku tau alasannya benar. Alasannya masuk akal. Bahwa dia tidak bisa bolos kerja lagi. Bahwa dia tidak ingin mendapat SP 2. Bahwa sekarang nyari kerjaan susah.. Tapi rasanya aku tetap ingin marah, entah pada siapa. Entah pada apa. Pada keadaan yang tak pernah memberiku banyak kesempatan untuk merasa tidak sendirian? Pada kegagalan mendapatkan jaket baru, atau celana baru? (sejak kemarin aku memang ingin ditemani Uki hunting jaket atau celana baru, tapi kemarin nyari di malioboro belum ada yang cocok). Atau pada pertemuan yang selalu tak pernah menyisakan apapun, bahkan sekedar foto-foto berdua, karena begitu singkatnya? Semuanya seperti berlalu begitu saja. Tanpa bekas, tanpa jejak.

Semuanya, selalu hanya seperti sebuah mimpi...

0 comments:

Post a Comment